MANAberita.com – UU TPKS yang baru saja disahkan, tetapi tindakan pemerkosaan dan pemaksaan aborsi tidak diatur dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang baru disahkan oleh DPR.
Dalam UU TPKS yang baru saja disahkan, pemerkosaan sebenarnya diulas dalam Pasal 4 Ayat (2). Pemerkosaan termasuk dalam tindak pidana kekerasan seksual namun tak diatur ancaman hukuman bagi pelakunya.
Mengenai pemaksaan aborsi, tidak diatur sama sekali dalam UU TPKS yang baru disahkan DPR.
Melansir CNN Indonesia, Pemerintah mengungkapkan pemerkosaan dan pemaksaan aborsi akan diatur dalam RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Hal itu disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Hiariej.
“Kita kemudian menyempurnakan rumusan mengenai aborsi dan pemerkosaan dalam RUU KUHP itu,” ujar Eddy di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/4).
Eddy menjelaskan bahwa pemerkosaan dan pemaksaan aborsi lebih baik diatur dalam RKUHP.
“Supaya berbagai modus operandi bentuk kekerasan seksual apapun bisa ditanggulangi dengan sarana hukum yang ada,” tegas Eddy.
RKUHP dulu sudah pernah dibahas namun tidak disahkan oleh DPR. Kala itu, gelombang penolakan terjadi di berbagai daerah pada 2019 sehingga RKUHP tidak disahkan.
Kini, RKUHP akan kembali dibahas. Eddy mengatakan bakal ada beberapa pasal yang akan dibahas kembali bersama DPR meski dulu sudah pernah disepakati mengenai substansinya.
“(RKUHP) Ini bersifat carry over maka kita akui bersama bahwa ada beberapa kekurangan jadi pasti akan ada 1 atau 2 pembahasan termasuk terhadap pasal-pasal yang krusial, termasuk juga terhadap pemerkosaan,” papar Eddy.
Dia mengakui ada beberapa kekurangan dalam naskah RKUHP yang sudah selesai di bahas dan disahkan di tingkat I, sehingga akan ada pembahasan lagi. Rencananya, RKUHP akan disahkan menjadi UU pada Juni mendatang.
Eddy mengaku sudah mendapat surat dari Komisi III mengenai hal itu. Pengesahan RKUHP menjadi UU akan dilakukan masa persidangan berikutnya.
Eddy menegaskan bahwa pemerintah berupaya agar RKUHP memuat pasal pemaksaan aborsi serta pemerkosaan.
“Dengan demikian berbagai bentuk kejahatan seksual itu bisa ditanggulangi secara komprehensif,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengucapkan hal berbeda. Dia menyebut RKUHP tinggal disahkan menjadi UU. Tak ada lagi pembahasan mengenai tindakan pidana tertentu seperti pemerkosaan atau pemaksaan aborsi.
“Sudah selesai, tinggal ketok. Itu sudah selesai,” kata politikus yang akrab disapa Pacul itu kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/4).
PR resmi mengesahkan RUU TPKS menjadi undang-undang. Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2021-2022 hari ini, Selasa (12/4).
(sas)