MANAberita.com — MENIKAH dengan orang yang beda suku bukanlah hal yang mudah. Perbedaan adat istiadat, budaya, hingga nilai-nilai yang dianut bisa membawa masalah tersendiri. Akan tetapi, jika masing-masing pihak berusaha menyikapi dengan baik, perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang.
Namun di sisi lain, perbedaan suku dapat menjadi penghalang sepasang kekasih untuk menikah. Sebagai contoh, ada mitos yang mengatakan suku Jawa dilarang menikah dengan suku Sunda begitu juga sebaliknya. Konon apabila dilanggar pernikahan tersebut akan berakhir tidak bahagia, jatuh miskin, tidak bertahan lama, dan hal-hal buruk lainnya.
Mengutip Okezone, kemunculan mitos tersebut bukan tanpa alasan. Mitos ini dilatar belakangi legenda Perang Bubat. Dikisahkan ketika Kerajaan Majapahit berjaya, Prabu Hayam Wuruk memiliki keinginan untuk memperistri putri Dyah Pitaloka Citaresmi dari Kerajaan Pasundan atau Kerajaan Sunda.
Sebuah sumber mengatakan keinginan tersebut dilatarbelakangi oleh kepentingan politik dimana Hayam Wuruk berniat mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Tapi ada pula yang menyebutkan jika niat menikahi itu datang setelah sang prabu melihat lukisan sang putri dan merasa tertarik.
Atas restu keluarga, Hayam Wuruk kemudian mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar putrinya. Keinginan menikah dengan putrinya pun diterima dan upacara pernikahan rencananya berlangsung di Majapahit. Maharaja Linggabuana bersama permaisuri dan putrinya serta rombongan Kerajaan Sunda berangkat ke Majapahit dan diterima di Pesanggrahan Bubat.
Namun kedatangan itu menimbulkan kesalahpahaman. Tertulis dalam Kidung Sudayana, Patih Gajah Mada meminta agar Hayam Wuruk tak menjadikan kesempatan tersebut sebagai pernikahan melainkan penyerahan diri Kerajaan Sunda terhadap Kerajaan Majapahit. Hal ini dimaksudkan agar Sumpah Palapa tercapai.
Sekadar informasi, dalam Sumpah Palapa dikatakan bahwa Kerajaan Majapahit akan menguasai Nusantara. Tapi pada saat itu hanya Kerajaan Sunda yang belum ditaklukkan. Kesalahpahaman yang terjadi pada akhirnya memicu perselisihan yang dikenal dengan nama Perang Bubat.
Prajurit Kerajaan Sunda yang jumlahnya sedikit tak mampu menyaingi kekuatan prajurit Kerajaan Majapahit. Akhirnya Maharaja Linggabuana beserta permaisuri, para menteri, para pejabat kerajaan, termasuk sang putri gugur dalam perang. Cerita lain menyebutkan Dyah Pitaloka memutuskan untuk melakukan bela pati atau bunuh diri demi menjaga kehormatan Kerajaan Sunda.
Beberapa tahun kemudian, adik Dyah Pitaloka yaitu Pangeran Niskalawastu Kancana yang pada saat terjadinya perang tidak ikut karena usianya masih terlalu kecil naik tahta. Dalam masa pemerintahannya, ia membuat kebijakan yang memutus hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kerajaan tersebut. Ada pula larangan estri ti luaran (beristri dari luar) bagi kalangan Kerajaan Sunda. Larangan tersebut kemudian diartikan lebih luas lagi dimana suku Sunda tidak diperkenankan menikahi suku Jawa. (Dil)