Muhammad Alfatah
MANAberita.com — MUHAMMAD Alfatah asal Enrekang, Sulawesi Selatan, meninggal di atas Kapal Long Xing 902 karena sakit saat berlayar melintasi Samudra Pasifik.
Mayatnya dibuang ke laut karena daratan masih jauh dan ketakutan karena penyakitnya akan menular ke kru kapal lainnya.
Laki-laki yang akrab dipanggil Alfatah tersebut adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara pasangan Hardin dan Rali.
Alfatah lulus dari SMK Pelayaran Lintas Nusantara di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Ia kemudian ikut berlayar sejak tahun 2017.
Melansir Kompas.com, surat dari Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang diterima oleh keluarga menjelaskan bahwa Alfatah sakit pada 18 Desember 2019 saat melaut.
Kaki dan wajah Alfatah disebut membengkak dengan nyeri dada dan napas pendek.
Alfatah sempat mendapatkan pengobatan dan mengonsumsi obat. Namun, penyakitnya tak kunjung membaik.
Pada 27 Desember 2019 sekitar pukul 13.30 waktu setempat, Alfatah dipindahkan ke Kapal Long Xing 802.
Rencananya, kapal tersebut akan berlabuh di Samoa, sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik, dan Alfatah segera dibawa ke rumah sakit setelah mendarat.
Sayangnya, nyawa Alfatah tak bisa diselamatkan. Delapan jam setelah dipindahkan, pemuda asal Enrekang tersebut meninggal dunia.
Jenazahnya lalu dibuang ke laut karena daratan masih jauh dan takut penyakitnya menular ke kru kapal lainnya.
Rasyid, kakak kandung Alfatah, mengaku mengetahui kematian adiknya dari media sosial. Saat itu ia melihat sebuah foto yang sangat mirip dengan adiknya.
Dari keterangan yang ia baca, ABK yang meninggal karena sakit tersebut jenazahnya dibuang ke laut.
Tak lama kemudian, keluarga menerima surat dari Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa Alfatah telah meninggal dunia.
“Pas viral, bersamaan itu ada surat datang,” ujarnya.
Rasyid mengaku terakhir berkomunikasi dengan dengan adiknya setahun yang lalu. Saat itu sang adik berkabar sedang berada di bandara Hongkong dan akan melanjutkan perjalanan ke Korea.
“Dan setelah itu tidak pernah ada kabar lagi,” ucapnya.
Rasyid enggan berspekulasi mengenai kebenaran penyebab kematian adiknya yang disebut meninggal karena sakit di atas kapal.
“Kami tidak ingin berpikir macam-macam terkait penyebab kematiannya karena sudah diikhlaskan,” katanya.
Namun, Rasyid mengaku, sebenarnya keluarga sangat berharap jenazah Alfatah dibawa pulang ke kampung halamannya di Enrekang.
“Kami sangat ingin melihat jenazahnya, tapi mungkin itu sudah hal yang mustahil,” kata Rasyid.
Menurut dia, keluarga telah menggelar shalat gaib di rumah mereka untuk mendoakan Alfatah.
Dilansir dari wikipedia tentang burial at sea, pemakaman jenazah di laut dengan cara dilarung adalah hal yang biasa dan menjadi tradisi yang dilakukan di kapal laut atau pesawat terbang.
Sebelum dilarung, jenazah mendapatkan penghormatan dan dilakukan upacara yang layak sesuai dengan agama yang dianut.
Upacara biasanya dilakukan dengan cara penguburan di dalam peti mati, dijahit dengan kain, lalu dilarung ke laut.
Sebagian orang juga melarung abu kremasi jenazah dari sebuah kapal. (Ila)