MANAberita.com – RATUSAN warga dampak dari gempa bumi mengungsi di Kantor Camat Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar).
Melansir dari Kompas.com, Sabtu (26/2/2022), malam, banyak orang tua hingga anak-anak yang mengungsi di salah satu posko pengungsian terpusat di pekarangan kantor pemerintah itu.
Warga yang sebelumnya mengungsi di tenda darurat di depan rumahnya, kini sudah dijemput dan dibawa oleh petugas ke posko pengungsian yang didirikan pemerintah setempat.
Tenda pengungsian itu memenuhi kantor camat. Ada yang tidur di tenda, tetapi ada juga di teras masjid.
Berdasarkan data di Kantor Kecamatan Tigo Nagari yang dilihat Kompas.com, Sabtu malam, ada 429 orang pengungsi.
Namun, tak semua pengungsi yang kebagian tenda. Hal ini disebabkan karena banyaknya warga yang mengungsi, sehingga kekurangan tenda maupun fasilitas lainnya.
Salah satunya adalah Simur (48), warga Nagari Durian Rampak, Kecamatan Tigo Nagari.
Simur bersama suami dan anak-anaknya sebelumnya mengungsi di Nagari Durian Gunjo pada Jumat malam.
Namun, dia diminta untuk mengungsi ke lokasi yang lebih jauh dari pusat gempa bumi.
“Saya ke sini (kantor camat) pakai motor Sabtu sore jam empat, karena waktu di Durian Gunjo orang BMKG datang minta mengungsi ke kantor camat ini. Dikhawatirkan terjadi gempa susulan,” ujar Simur saat diwawancarai Kompas.com di posko pengungsian, Sabtu malam.
Namun, Simur mengaku kecewa karena tidak mendapat tenda untuk beristirahat. Padahal dirinya belum tidur sejak semalam.
“Sampai di sini rupanya tenda tidak ada. Sudah saya buat proposal sama Wali (Kepala Desa), tapi Wali entah ke mana. Jadi sekarang terpaksa tidur di teras masjid sama anak yang paling kecil,” kata Simur.
Simur tak terlalu mempermasalahkan tidak ada tenda, asalkan ada selimut dan kasur, terutama untuk anaknya. Namun, selimut dan kasur yang diharapkan juga tak ada.
“Lihat orang minta tenda, saya datang minta tapi tak dapat. Terus saya minta kasur dan selimut juga tak ada,” kata Simur.
“Tanya sama orang di kantor camat dibilangnya ‘lihat sama Wali, buk’, sudah saya kasih surat, tapi Wali enggak ada, ya sudahlah. Padahal semalaman saya tak ada tidur. Datang ke sini supaya bisa tidur, tapi susah juga,” sebut Simur.
Simur tampak kecewa, tetapi tak bisa berbuat banyak. Ia dan anaknya terpaksa tidur di teras masjid dengan selimut kain sarung dan telekung.
“Kalau tikar tadi dijemput sama adik ke Marampah,” sebut Simur.
Simur berharap ada bantuan kasur, selimut, dan tenda untuk berteduh dan beristirahat.
“Ya, harapannya dibantu. Saya tak bermaksud menjelekkan pemerintah, tapi mohon dibantu. Kemudian lihatlah rumah saya sudah rusak karena gempa,” ujar Simur.
Simur berniat kembali ke rumahnya, karena tak mendapat fasilitas untuk beristirahat. Meski kondisi di kawasan rumahnya belum memungkinkan, karena dekat dengan pusat gempa bumi.
“Balik ke rumah sajalah. Semalam ini ajalah di sini. Tapi, lihat nantilah apa keputusan suami. Kalau balik rumah ya kami balik,” kata Simur.
Simur mengatakan, rumahnya mengalami kerusakan di bagian belakang. Dindingnya roboh dan dinding bagian depan juga retak.
“Dinding belakang roboh semua. Bagian depan retak-retak,” sebut ibu tiga anak ini.
Sebelumnya, gempa bumi mengguncang wilayah Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat, Jumat (25/2/2022) pagi.
Gempa pertama terjadi jam 08.35 WIB, dengan kekuatan magnitudo 5,2. Setelah itu, gempa susulan terjadi pukul 08.39 WIB, dengan kekuatan magnitudo 6,1.
Warga berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Akibat gempa bumi ini, ratusan rumah hancur dan ribuan warga mengungsi.
[SAS]