Manaberita.com – PB HMI (Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam) menilai bahwa polisi telah merekayasa kasus begal di Bekasi yang telah menjerat salah satu kadernya yakni Muhammad Fikry.
Ibrahim Asnawi selaku Direktur Eksekutif Bakornas Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) PB HMI, mengatakan jika organisasinya telah mempelajari kasus Fikry dan keterangan sejumlah saksi.
Pihaknya yakin kasus ini merupakan rekayasa karena kadernya tidak berada di lokasi begal.
Dilansir dari CNN Indonesia, Berdasarkan fakta persidangan, Fikry sedang tidur di musala, kata Fikry.
“Bagaimana mungkin orang tidur melakukan kegiatan? Kan enggak mungkin ini logika dari mana?” kata Ibrahim dalam konferensi pers di sekretariat PB HMI, Jakarta Selatan, Kamis (3/3).
Ibrahim juga menduga Fikry dipaksa dan ditekan untuk mengaku saat penyusunan berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian.
“PB HMI dan LKBHMI telah mempelajari fakta-fakta persidangan sangat berkeyakinan bahwa kasus ini adalah rekayasa semata,” tuturnya.
Karena itu, PB HMI mengingatkan aparat penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan, pengadilan, maupun hakim agar melihat perkara ini dengan detail.
Ia mewanti-wanti agar jangan sampai terdapat fakta-fakta persidangan yang sengaja disembunyikan.
“Jangan sampai ada fakta-fakta persidangan yang sengaja disembunyikan lalu mengarahkan kasus ini menjadikan kader kami bersalah,” tutur Ibrahim.
Ketua PB HMI bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswa dan Pemuda (PTKP), Akmal Fahmi mengatakan pihaknya mengantongi bukti-bukti kuat yang menyatakan Fikry tidak di lokasi begal. Dalam rekaman CCTV dini hari 24 Juli Fikry sedang tidur di musala.
“Saya cek di CCTV saudara Fikry sedang tidur di musala, habis ngajar ngaji atau aktivitas yang lain,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hukum dan HAM PB HMI, Yefri Febriansah menyebut BAP kepolisian tidak cocok dengan fakta-fakta lapangan yang ditemukan lembaga independen sperti LBH Jakarta, KontraS, dan LKBHMI.
Menurut Yefri, hal ini menjadi preseden buruk bagi aparat kepolisian yang diduga tidak melakukan proses hukum sesuai prosedur.
“Ketidakcocokan ini berarti ada dugaan rekayasa dalam proses ini. Kalau dugaan itu terbukti maka ada pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat penegak hukum,” tutur Yefri.
Sebagai informasi, Firky ditangkap polisi pada 28 Juli tahun lalu di warung orang tuanya di saat jeda mengajar ngaji. Ia dituding melakukan begal pada dini hari 24 Juli. Hal ini dibantah pihak keluarga. Mereka memilki rekaman CCTV bahwa Fikry sedang tidur si musala.
Muhammad Fikry ditangkap bersama 8 orang lainnya. Sebanyak 5 orang dibebaskan, sementara 4 orang ditetapkan sebagai tersangka kasus begal.
Fikry merupakan mahasiswa Universitas Mitra Karya (Umika) Bekasi dan juga anggota HMI. Ia rutin mengajar anak-anak mengaji Al-Quran dan membantu orang tuanya menjaga bengkel.
Dia ditangkap secara paksa oleh personel dari Polsek Tambelang dan Polres Bekasi. Ia dan teman-temannya disebut dipaksa mengaku telah melakukan begal di Jalan Sukaraja, Bekasi pada dini hari 24 Juli 2021.
Berdasarkan kesaksian warga dan keluarga, Fikry dan kawan-kawan tak pernah melakukan begal. Saat kejadian itu, ia sedang tidur di musala rumah yang berjarak sekitar 6 Km dari TKP Begal. Hal ini terekam CCTV.
Akan tetapi, proses hukum terus dilakukan oleh kepolisian hingga masuk persidangan di Pengadilan Negeri Cikarang.
[Rik]