GAPKI: Pabrik Gulung Tikar, Jika Larangan Ekspor CPO Tak Dicabut dalam 2 Minggu

  • Senin, 16 Mei 2022 - 01:10 WIB
  • Nasional

MANAberita.com – SEJAK ditetapkan 28 April 2022, larangan ekspor minyak goreng hingga minyak mentah sawit (crude palm oil/CPO) masih berlangsung saat ini. Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi membeberkan kondisi tangki penampung saat ini secara nasional hanya akan bertahan sampai dua pekan lagi.

Tofan menjelaskan, jika pemerintah tidak segera mencabut larangan ekspor CPO, dalam dua pekan ke depan pabrik kelapa sawit sudah tidak dapat lagi menyerap tandan buah segar (TBS) dari petani sawit dan pabrik akan berhenti beroperasi.

“Secara nasional, daya tampung rata-rata tangki penampung CPO hanya bertahan sampai dua pekan lagi. Jika tidak segera dibuka keran ekspor, maka sudah tidak ada lagi tangki penampung dan itu berarti pabrik kelapa sawit berhenti menerima TBS dan berhenti beroperasi,” kata Tofan dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/5).

Melansir kumparan.com, Tofan berharap pemerintah segera mencabut larangan ekspor CPO. Sementara hingga saat ini, belum ada titik terang kapan kebijakan tersebut akan dicabut.

“Tentu kami berharap ini tidak terjadi dan pemerintah segera normalisasi iklim usaha di sektor kelapa sawit dengan membuka kembali keran ekspor CPO,” pungkasnya.

Petani Sawit Alami Kerugian Rp 14,4 Triliun

Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat ME Manurung, mengatakan petani sebenarnya sudah merugi sejak 22 April 2022, ketika harga TBS anjlok. Hingga saat ini, dia mencatat kerugian yang dialami petani sudah mencapai Rp14,478 triliun.

Baca Juga:
Taruh HP usai Main Game, Kulkas dan Penanak Nasi Terbakar

“Kerugian ini kami hitung berdasarkan selisih harga Normal dengan harga Turbulensi saat ini, dengan harga rata-rata turbulensi dari Posko Aduan TBS Apkasindo Rp1.550,” kata Gulat Manurung, Kamis (12/5).

Gulat mengatakan, dengan hitungan tersebut terlihat jelas yang paling terdampak dari kebijakan larangan ekspor CPO bukanlah pemilik pabrik kelapa sawit (PKS), refinery, atau eksportir.

“PKS, refinery, dan eksportir hanya menunda untung besar saja. Petani sawit lah yang menanggung kerugiannya pertama kali. Jika larangan ekspor ini lebih dari 2, bulan baru PKS giliran merugi dan setahun kemudian baru refinery,” Katanya.

Baca Juga:
Satu Prajurit Gugur dan Satu Perwira Terluka Usai KKB Papua Serang Pos TNI di Nduga

Jika larangan ekspor baru berlaku 19 hari, kata dia, seharusnya PKS dan refinery tidak langsung mengunci petani dengan penurunan harga TBS hingga 70 persen dari harga yang ditetapkan pemerintah.

“Mereka masih punya waktu 40 hari lagi untuk PKS dan 340 hari lagi untuk refinery, baru lock down,” katanya.

(sas)

Komentar

Terbaru