MANAberita.com – COURTNEY Stensurd dan suaminya menyebut anak perempuan mereka sebagai keajaiban. Tak banyak yang menyangka, bocah yang kini berusia 3 tahun itu lahir prematur saat usia kandungan baru 21 minggu (5 bulan 1 minggu).
“Dia mungkin bayi prematur paling dini yang diketahui saat ini,” tulis sebuah laporan kasus tentang kelahirannya yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics.
Lahir dengan berat kurang dari 453 gram, bocah itu membuat kagum semua orang dengan perkembangannya. Ia kini masuk prasekolah, tidak memiliki catatan medis yang buruk, bahkan berhasil mencetak nilai yang baik pada tes perkembangan anak.
“Jika Anda tidak tahu kalau dia lahir prematur, mungkin Anda akan mengira dia seperti anak normal lainnya,” kata Courtney.
Di Amerika Serikat, kebanyakan dokter setuju bahwa usia kehamilan 22 minggu adalah ambang kelayakan paling rendah seorang bayi untuk dilahirkan. Di bawah itu, dokter tidak merekomendasikan karena rendahnya kesempatan bertahan hidup. Biasanya bayi prematur lahir antara usia 39-40 minggu.
Tapi putri Courtney lahir dalam keadaan darurat medis pada tahun 2014. Waktu itu, perempuan ini mengalami persalinan diri karena ketuban pecah yang terlalu awal serta infeksi pada membran plasenta yang disebut chorioamnionitis.
Setelah diberi tahu bahwa dia harus merelakan bayinya, wanita itu panik dan mencari informasi kemungkinan bertahan hidup bayi yang amat muda itu. Tapi seperti kebanyakan kisah, tak ada cerita kelahiran bayi di bawah usia 22 minggu.
Meski berhasil melahirkan dengan selamat, Courtney diberi nasihat oleh dokter tentang kesempatan bertahan hidup bayi yang sangat rendah.
“Aku mendengarkannya. Tapi aku merasakan sesuatu dalam diriku bahwa bayi ini ingin hidup. Aku pun memutuskan untuk mencoba bertahan,” tutur Courtney.
Keyakinan Sang Ibu Buat Bayi Itu Bertahan Hidup
Banyak yang meragukan bayi yang lahir kurang dari 22 minggu ini bisa bertahan hidup. Tapi keajaiban dan cinta kasih ibu membantah semuanya.
Berkat Keyakinan Sang Ibu, Bayi Prematur 21 Minggu Berhasil Bertahan HidupDi ruang persalinan, tim dokter tak menduga mereka harus melakukan resusitasi pada bayi prematur. Tapi karena ibu dari bayi itu meminta mereka melakukan segala cara untuk putrinya, mereka berusaha melakukan yang terbaik.
“Meski kami tidak memiliki alasan untuk percaya bahwa bayi itu akan selamat, kami memutuskan untuk melanjutkan resusitasi,” kata Dr. Kaashif Ahmad yang memimpin persalinan itu seperti dilansir dari CNN.
Setelah tim dokter menempatkan bayi dengan pemanas di atas kepalanya, mereka terkesiap mendengarkan detak jantung. Mereka segera meletakkan tabung pernapasan di jalan napasnya untuk mulai memberikan oksigen.
“Tubuh bayi prematur itu perlahan berubah warna dari biru menjadi merah mudah. Ia benar-benar mulai bergerak dan bernapas dalam beberapa menit,” kata Ahmad.
Menurut sang dokter, kasus kali ini sepenuhnya merupakan keajaiban. Sebab, bocah itu tidak menghadapi komplikasi kesehatan termasuk gangguan pendengaran, penglihatan, atau cerebral palsy akibat lahir terlalu dini.
Meski demikian, dokter tetap menyarankan para ibu hamil agar berhati-hati atas pilihan mereka terhadap bayi prematur di bawah usia 21 minggu. Sebab, banyak bayi prematur lainnya yang tak selamat meski telah dilakukan resusitasi atau cara lainnya. (Int)