MANAberita.com – PERDANA Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe akhirnya berbicara terkait penyebab negara Sri Lanka menjadi bangkrut. Ranil menyatakan jika krisis ekonomi yang terjadi di negaranya dipicu oleh utang luar negeri Sri Lanka yang cukup besar.
Selain itu, melansir AP via CNN Indonesia, bangkrutnya Sri Lanka juga dipicu karena kondisi ekonomi negara yang kandas usai kehilangan pendapatan dari sektor pariwisata akibat pandemi covid-19.
Wickremesinghe mengungkapkan Sri Lanka tidak dapat membeli bahan bakar impor lantaran utang yang besar dari perusahaan minyak negara tersebut. Ceylon Petroleum Corporation disebut memiliki utang US$700 juta atau setara dengan Rp10,4 triliun (asumsi kurs Rp14.866 per dolar AS).
“Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang mau menyediakan bahan bakar untuk kami. Mereka bahkan enggan menyediakan bahan bakar untuk uang tunai,” ujar Wickremesinghe.
Kondisi itu diperparah lagi oleh lonjakan harga komoditas. Tak ayal, krisis datang bertubi-tubi ke negara tersebut, mulai dari keuangan, energi, pangan hingga kesehatan.
Krisis yang terjadi di Sri Lanka itu juga membuat sekolah hingga kantor pemerintahan ditutup dan tidak bisa melayani masyarakat.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan jika ciri suatu negara bisa dikatakan bangkrut adalah saat tidak mampu membayar utang.
Menurutnya, ketidakmampuan negara tersebut dalam membayar utang luar negeri disebabkan oleh fundamental negerinya yang tidak mampu menopang dampak dari global.
Apalagi semua komoditas pangannya impor sehingga saat terjadi kenaikan harga global defisit anggarannya membengkak karena belanja yang meningkat tajam.
Sementara itu, Kedutaan Besar RI (KBRI) di Kolombo menyatakan akibat dari krisis tersebut banyak warga beralih ke kayu bakar untuk menunjang aktivitas sehari-hari.
(sas)