MANAberita.com – WARGA Sumatera Barat (Sumbar) dikejutkan dengan sebuah video yang menampilkan fenomena unik dan langka yang terjadi di sekitaran sicincin sampai kawasan lembah anai.
Fenomena tersebut berupa awan yang berbentuk seperti ufo. Dalam keterangan video yang diunggah oleh akun instagran @infopadang dituliskan “pemandangan alam ranah minang” terlihat awan yang berbentuk seperti ufo terpajang dilangit.
Bahkan salah satu komentar mengatakan dibukittinggi juga terjadi fenomena yang sama.
Postingan yang diunggah pada Kamis (30/6/22) ini setidaknya telah diputar sebanyak 20 ribu kali dan mendapatkan 500 like.
Tanggapan BMKG
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Minangkabau mengatakan awan yang menyerupai UFO tersebut dalam ilmu klimatologi dinamakan lenticularis.
Mereka juga mencatat semenjak 2016 awan lenticularis ini sudah terjadi sebanyak lima kali di Sumatera Barat (Sumbar).
“Dari tiga fenomena awan lenticularis ini, terjadi di sekitaran puncak Gunung Marapi,” ujar Prakirawan BMKG Minangkabau, Siska Anggraeni, Jumat (1/7/22).
Dia menerangkan pada Desember 2016 fenomena ini terjadi di sekitaran Kota Padang Panjang. Selanjutnya, pada Agustus 2019, awan lenticularis terbentuk di sekitaran puncak Gunung Marapi, saat itu lenticularis menutupi puncak gunung aktif yang secara geografis berada di Kabupaten Agam dan Tanah Datar tersebut.
Kemudian, pada Juli 2020 dan Januari 2021 hal yang sama juga terjadi di puncak Gunung Marapi.
Terakhir, pada Kamis (30/6/2022), awan yang disebut menyerupai UFO ini terbentuk di sekitaran Lembah Anai Kabupaten Padang Pariaman dan sekitarnya.
“Awan lenticularis ini termasuk awan yang unik dan jarang terjadi,” ujar Siska.
Awan ini, katanya, biasanya terbentuk di sekitar gunung maupun di daerah perbukitan. Terbentuknya awan lenticularis ini ialah pada saat kondisi udara stabil dan terdapat pergerakan udara sehingga menimbulkan turbulensi atau pusaran. Kemudian pusaran itu membentuk awan-awan bertingkat yang berputar.
Dijelaskan prakirawan, fenomena awan lenticularis ini tidak mengindikasikan fenomena lain seperti akan datangnya gempa, badai atau bencana besar lainnya.
“Dampaknya lebih ke penerbangan karena turbulensi yang ditimbulkan dapat membahayakan pesawat yang melintas,” tutup Siska.
(sas)