Warga di Tangerang Ukur Sendiri Jarak Rumah ke Sekolah Buntut Protes PPDB Zonasi

MANAberita.com – SEORANG warga melakukan protes sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Tangerang dengan mengukur jarak antara rumah dengan sekolah.

Protes yang dilakukan Adam adalah terhadap SMAN 5 Kota Tangerang. Ada protes karena kesal adiknya gagal dalam ujian kualifikasi padahal rumahnya tidak jauh dari sekolah.

PPDB di SMAN 5 Kota Tangerang diwarnai indikasi kecurangan. Pasalnya, beberapa nama yang awalnya lolos pemeriksaan tiba-tiba menghilang dan digantikan oleh yang lain. Namun, nama-nama anggota parlemen yang lewat tidak sesuai dengan alamatnya karena jaraknya hanya 100 meter dari sekolah. Bahkan, menurut Adam, nama-nama itu pun tidak diketahui oleh masyarakat setempat.

Mengutip CNN, diduga ada praktik titip Kartu Keluarga (KK) untuk memalsukan alamat rumah agar lolos verifikasi sistem zonasi di sekolah itu. Adam pun menggunakan meteran untuk mengukur jarak antara rumahnya dengan sekolah.

“Pada saat kemarin kita 50 meter, kita tanya warga setempat tapi mereka tidak dikenal, bahkan mantan (Ketua) RW pun tidak mengenal atas nama keluarga tersebut,” kata Adam, Jumat (14/7).

Baca Juga:
BI Buka Suara Terkait Viralnya Uang Rusak Dimakan Rayap

Rencananya, sejumlah orang tua juga akan melayangkan protes ke pihak sekolah hingga mendapatkan jawaban terkait indikasi kecurangan tersebut.

Pelaksanaan PPDB tahun ini diwarnai sejumlah masalah dan protes orang tua murid. Muncul dugaan praktik jual beli bangku hingga modus menitipkan nama anak di Kartu Keluarga pihak lain demi dapat lolos PPDB sistem zonasi.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengusulkan pemerintah melalui Kemendikbudristek merevisi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) tentang PPDB.

“Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 harus direvisi dan diganti dengan aturan baru yang lebih jelas dan berkeadilan,” kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam keterangan di Jakarta, kemarin.

Ubaid mengatakan Permendikbud tersebut seharusnya dapat diterapkan tanpa harus menunggu pemerintah daerah (pemda) membuat aturan turunan yang membingungkan dan menimbulkan diskriminasi di daerah-daerah.

Baca Juga:
Aksi Warga Rebut Selang Petugas Damkar saat Sedang Bertugas Viral di Medsos

Hal ini dipicu dengan berbagai permasalahan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.

Selain itu JPPI juga meminta Kemendikbudristek memastikan semua anak mendapatkan jatah kursi di sekolah tujuan.

“Permendikbud tentang PPDB (yang baru) sebagai acuan utama, harus mewajibkan semua pemda untuk melibatkan sekolah swasta saat PPDB di tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,” ujarnya.

Menurutnya kuota kursi di sekolah negeri masih sangat minim. Padahal, kuota kursi yang disediakan pemerintah saat PPDB harus sebanding dengan jumlah kebutuhan.

Kemudian dia menambahkan agar pemerintah tidak lagi menggunakan “sistem seleksi” dalam aturan PPDB yang baru, tetapi agar menggunakan sistem yang berkeadilan yang memastikan no one left behind, dalam pemenuhan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Baca Juga:
Pengadilan Tinggi Putuskan Rezky Aditya Sebagai Ayah Kandung Kekey

Kemendikbudristek menyatakan penyelenggaraan PPDB masih lemah dalam hal sosialisasi dan pengawasan di tingkat daerah.

Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang menuturkan fakta tersebut merupakan hasil dari pemantauan secara berkala dan evaluasi oleh Kemendikbudristek terhadap pelaksanaan PPDB.

“Berdasarkan evaluasi ditemukan fakta bahwa dalam proses PPDB masih lemah sosialisasi dan pengawasan di tingkat daerah,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Oleh sebab itu Chatarina meminta Dinas Pendidikan untuk melakukan sosialisasi dan pengawasan secara masif, khususnya untuk memastikan prinsip pelaksanaan PPDB berjalan dengan baik.

Ia menjelaskan sosialisasi harus dimasifkan oleh pemerintah daerah (pemda) baik di tingkat SD maupun SMP sebelum penyelenggaraan PPDB dimulai, sehingga mereka mendapat pencerahan.

Baca Juga:
Malu Anaknya Tak Berayah, Wanita ini Melahirkan Bayinya Dengan Bantuan Youtube

Sosialisasi harus dilakukan dengan baik, kata dia, mengingat banyaknya temuan dalam pelaksanaan seleksi PPDB jalur zonasi tahun ajaran 2023/2024, seperti pemalsuan Kartu Keluarga (KK), 155 nama siswa hilang, satu nama siswa digunakan berkali-kali, hingga adanya intervensi pejabat DPRD.

“Kami meminta Disdik (Dinas Pendidikan) untuk menjalankan fungsi ini,” ujar Chatarina.

Chatarina mengatakan Kemendikbudristek telah mengeluarkan empat produk hukum untuk mengatasi berbagai masalah di daerah terkait PPDB pada jenjang TK, SD, SMP, dan SMA, atau bentuk lain yang sederajat.

Aturan itu adalah Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, serta Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB.

(sas)

Komentar

Terbaru