MANAberita.com – SEORANG calon pendeta, SAS menjadi tersangka atas kasus pencabulan belasan anak di Kecamatan Alor Timur Laut, Nusa Tenggara Timur (NTT). SAS juga dijerat ancaman pasal UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh polisi.
Jeratan pasal UU ITE tersebut diberikan lantaran pelaku juga mengirim foto dengan kemaluannya yang terbuka kepada anak yang menjadi korban.
Hal tersebut terungkap dari hasil pemeriksaan terhadap belasan korban yang telah melaporkan perkara tersebut kepada pihak kepolisian.
“(foto kemaluannya) Itu dikirim (tersangka) melalui inbox, kepada dua korban,” kata Kapolres Alor, AKBP. Ari Satmoko, Kamis (15/9) sore.
Ari menerangkan dari hasil pemeriksaan terhadap belasan saksi korban, terungkap jika selain melakukan kekerasan seksual, ada dua korban yang dikirimi foto setengah badan tersangka dalam keadaan bugil.
Menurut Ari, tersangka mengirim foto setengah badannya dalam keadaan telanjang dengan memperlihatkan alat vital tersangka.
“Itu sudah dituangkan dalam berita acara pemeriksaan,” ujarnya. “Mereka (Korban) tidak membalas [pesan bermuatan foto kemaluan pelaku],” imbuh Ari.
Foto tersebut masih tersimpan di galeri telepon seluler milik tersangka yang disita polisi. Selain itu, polisi pun menyita dua ponsel milik korban yang dikirimi foto itu sebagai barang bukti.
Ari mengatakan dari pendalaman tersebut, tersangka dikenai juga pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan denda sekitar Rp1 miliar.
Selain itu, berdasarkan pendalaman polisi, korban cabul calon pendeta SAS itu sejauh ini total 14 anak. Mereka yang melaporkan menjadi korban cabul itu berusia sekitar 13-16 tahun, selain itu ada empat yang sudah berusia 19 tahun ke atas.
Belasan korban tersebut adalah warga Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut yang juga juga jemaat di Gereja GMIT Siloam Nailang. Perbuatan bejat tersangka itu dilakukan dalam kurun waktu setahun, Mei 2021-Mei 2022.
Dalam perkara tersebut, polisi menjerat tersangka pendeta cabul dengan pasal berlapis yakni pasal Pasal 81 ayat 5 Juncto pasal 76D UU Perlindungan Anak juncto pasal 65 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Selain itu tersangka dikenakan tersebut Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
(sas)