MANAberita.com – GUBERNUR Bali Wayan Koster melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta revisi Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 69 Tahun 1994. Lantaran, Kepres tersebut menghambat produk lokal masuk ke pasar modern atau ritel modern, dalam hal ini garam Bali.
Kepres yang dimaksud mengatur pengadaan garam beriodium, yang harus melalui proses iodisasi.
“Saya telah bersurat kepada Bapak Presiden agar melakukan revisi Kepres, karena Kepres ini menghambat produk tradisional garam Bali,” kata Koster, saat memberi laporan LKPJ 2021 di Gedung DPRD Provinsi, Bali, Kamis (31/3).
Melansir CNN Indonesia, Ia mengaku telah mendorong penjualan garam lokal Bali yang berada di sentra-sentra garam di wilayah Kabupaten Buleleng, Karangasem, Jembrana Tabanan, termasuk Kota Denpasar.
“Kami mendorong supaya garam tradisional Bali ini betul-betul bisa kembangkan, ditingkatkan produktivitasnya dan dipertahankan kualitasnya. Karena, ternyata garam tradisional lokal Bali ini memiliki citra rasa yang sangat baik dan berkualitas, sehingga sangat digemari oleh hotel-hotel bintang lima,” jelasnya.
Selain itu, Koster mengklaim garam lokal juga digemari oleh sejumlah daerah di luar Bali. Bahkan, digemari oleh negara-negara luar negeri, termasuk Jepang dan Korea.
“Kita ekspor garam tradisional lokal Bali. Tapi lucunya garam lokal kita ini tidak bisa masuk pasar modern di Bali. Tidak bisa masuk pasar swalayan di Bali. Karena Kepres 69/1994 dan Peraturan Menteri Perindustrian 2013 tentang penggunaan garam beryodium. Ini yang menjadi batasan,” ungkapnya.
Menurut dia, alasan garam Bali tidak bisa masuk ke pasar modern dan swalayan di Bali karena kadar yodiumnya masih kurang.
“Tapi buat saya, sentra garam yang ada di Bali kalau karena kadar yodiumnya kurang, saya kira orang di sana ramai-ramai gondok atau ramai-ramai stunting dari dulu. Tapi ternyata tidak ada,” terang Koster.
Ia menduga sulitnya garam lokal masuk ke pasar modern karena permainan mafia impor garam. “Saya kira regulasinya mainan daripada mafia impor garam. Jadi karena itu, saya harus terobos dan Bapak Mendagri, Bapak Perindustrian, dan Menko Maritim sangat setuju. Sekarang sedang berproses kepresnya,” katanya.
“Apalagi, sekarang Bapak Presiden sudah menggalakkan peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Jadi, karena itu semua hambatan dan regulasi harus diubah. Sehingga, garam tradisional kita itu bisa diberdayakan oleh keseluruhan masyarakat dan pelaku usaha yang ada di Bali,” lanjut Koster.
Ia menilai lucu garam di Bali yang berhasil diekspor, malah Indonesia impor garam untuk konsumsi. Logikanya terbalik. “Ini ke bolak-balik logika kita ini. Akibat sistem dan kebijakan yang salah. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Koster.
Selain garam, ada pula arak Bali yang dilarang dijual sembarangan. Namun, masih ada kebijakan membolehkan minum keras (miras) dari luar negeri untuk diimpor.
“Arak Bali ini jangan dianggap remeh. Kita melarang arak Bali tapi kita mengimpor miras dari luar, ini kan tidak benar. Satu kebijakan yang tidak adil. Ini mainan mafia-mafia impor lagi. Jadi, harus kita perangi. Saya tidak akan berhenti memerangi ini,” kata Koster.
“Supaya, betul-betul apa yang menjadi anugerah alam Bali yang begitu berkualitas yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Bali betul-betul mendapatkan penghidupan masyarakat Bali, diproduksi oleh masyarakat Bali, dijadikan usaha oleh masyarakat Bali, dan digunakan oleh masyarakat Bali. Sehingga, ekonomi akan berputar di Bali,” tandasnya.
(sas)