MANAberita.com – IMBAUAN Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas yang mengatur agar kultum di masjid menggunakan pengeras suara dalam dikritik oleh pengurus masjid dan jemaah dengan alasan syiar.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, salah satu Pengurus Masjid Al Mujahidin di Jalan Kaliurang KM 6,5 Sleman, Yogyakarta, Salman Hudi (27) mengaku keberatan jika semua pembacaan doa atau wirid setelah salat harus menggunakan sepiker dalam.
Salman rutin membaca surat Al Mulk setiap selesai salat Magrib menggunakan sepiker luar. Menurutnya, rutinitas itu merupakan bentuk syiar.
“Kalau aku untuk jam-jam tertentu kurang sepakat karena waktu-waktu bakda Magrib sama Subuh itu harusnya tetap boleh pakai sepiker luar,” kata Salman, Selasa (22/2).
“Sebagai syiar juga, oh ini ternyata masih ada yang baca Alquran di zaman seperti ini,” imbuhnya.
Selain itu, menurutnya penggunaan sepiker luar untuk kegiatan mengaji juga bisa menjadi tanda bagi orang yang sedang mencari tempat salat.
“Kan Magrib waktunya singkat, ketika orang cari tempat salat, ketika di kota oh ini ada suara orang ngaji,” ujarnya.
Salman menjelaskan, masjid yang ia urus tepat berdampingan dengan Seminari Tinggi Santo Paukus Kentungan. Namun, sejauh ini pihaknya tidak pernah mendapatkan komplain dari umat agama lain.
Jika alasan sepiker masjid diatur untuk toleransi antar umat beragama, ia justru mendapatkan komplain dari orang Muslim.
“Sejauh yang komplain cuma satu, itu juga orang Islam juga karena bikin berisik katanya,” tutur Salman.
Terpisah, warga Pondok Pinang, Jakarta Selatan, Taufik Hidayat (53) mengaku keberatan jika kegiatan bulan Ramadan seperti ceramah setelah Tarawih dan setelah Subuh harus menggunakan sepiker dalam.
Ia mengaku sepakat jika penggunaan sepiker di luar waktu salat dibatasi. Hanya saja, kata dia, kegiatan pada saat Ramadan merupakan syiar, bulan spesial, dan hanya berlangsung selama satu bulan.
“Itu kan syiar, Ramadan itu waktu-waktu tertentu, enggak seperti waktu-waktu biasa,” kata Taufik saat ditemui di sebuah musala sekitar TPU Jeruk Purut, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Taufik berpendapat sebagai kelompok mayoritas semestinya umat Islam diizinkan menggunakan sepiker luar masjid, alih-alih mengikuti kelompok minoritas.
Terlebih, kata Taufik, jika di sekitar masjid itu hampir semua penduduknya beragama Islam.
“Ya boleh saja lah (sepiker luar). Negara kita kan mayoritas muslim, masa kita istilahnya harus ikuti yang minoritas itu, nggak setiap waktu nggak setiap bulan juga,” tuturnya.
Sementara itu, Pengurus Masjid Al Barkah, Cilandak Timur mengaku sepakat dengan edaran Gus Yaqut. Penggunaan speaker masjid, menurutnya, mesti diatur mengingat tidak semua penduduk beragama Islam.
Selain itu, tidak semua orang yang bertetangga dengan masjid juga dalam hatinya senang saat mendengar pengeras suara.
“Karena di samping kita, kiri kanan kan tidak semuanya orang Islam, tidak semuanya dengan adanya pengeras suara itu setuju. Mungkin dia dengar tapi dalam hatinya kurang senang, kurang menerima,” tuturnya.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas lewat Surat edaran (SE) Nomor 05 tahun 2022 tentang penggunaan pengeras suara masjid dan musala, mengatur setidaknya lima poin penting.
Salah satu poin penting edaran itu yakni sebelum azan Subuh, pembacaan Alquran atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit. Lalu, pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan pengeras suara dalam.
Sementara sebelum azan Salat Zuhur, Asar, Magrib, Isya dan Salat Jumat, pembacaan Alquran atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 menit. Sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan pengeras suara dalam.
Kemenag telah memastikan edaran tersebut bersifat imbauan. Tidak ada sanksi dikenakan bagi pihak yang melanggar edaran penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
[SAS]