MANAberita.com – PAKTA Pertahanan Negara Atlantik Utara (NATO/The North Atlantic Treaty Organization) tidak berbuat banyak untuk membantu Ukraina menghadapi Rusia yang sudah berlangsung selama empat hari.
Padahal, Ukraina telah bersikap dengan menyatakan keinginan bergabung NATO setelah situasi kian memanas.
Melansir dari CNNIndonesia.com, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, bahkan mengungkapkan kekecewaannya secara terang-terangan karena Ukraina seolah-olah diabaikan oleh NATO dan Amerika Serikat selama invasi berlangsung.
“Kami dibiarkan sendiri untuk mempertahankan negara kami,” kata Zelensky dalam pidato yang direkam video, Jumat (15/2).
Sejauh ini, NATO hanya mengirimkan NATO Response Force (NRF) ke wilayah negara anggota untuk menjaga kedamaian dan mencegah serangan meluas.
Media yang berbasis di Inggris, I Newspaper, mengungkapkan ketegangan akan meningkat apabila NATO terseret dalam konflik tersebut, bahkan bisa memicu perang dunia baru. Oleh karena itu, hampir seluruh kekuatan pada blok Barat melakukan segala cara agar NATO tak terlibat.
“Pasukan Inggris tidak akan dikirim untuk berperang melawan Rusia,” kata Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace, sebagaimana dikutip dari I Newspaper, Sabtu (26/2).
Namun demikian, sejumlah negara anggota NATO seperti Polandia dan Prancis dikabarkan mulai membantu Ukraina dengan mengirimkan pasokan persenjataan. Teranyar, 27 negara lainnya dilaporkan juga akan melakukan langkah serupa.
Peneliti institut Penelitian Perdamaian dan Kebijakan Keamanan Universitas Hamburg, Ulrich Kuhn, mengatakan bahwa mempersenjatai pasukan Ukraina juga bisa jadi skenario lain yang bisa memicu eskalasi secara tak sengaja terjadi.
“Dapat menyebabkan pertempuran kecil antara personel Rusia dan NATO,” kata Ulrich.
Sementara itu, anggota senior Institute Hudson Bryan Clark mengungkapkan bahwa situasi Perang Dunia III tak dapat terhindarkan apabila NATO kolektif melakukan intervensi secara langsung dalam konflik tersebut. Ini serupa dengan yang dikhawatirkan Inggris.
Bryan menilai konflik antara Ukraina dan Rusia dapat menjadi awal konfrontasi global yang memicu konflik di wilayah lain. Terlebih, Ukraina bukan anggota NATO sehingga blok barat tak punya dasar untuk menggerakkan pasukan.
“Rusia dapat mengelola operasinya di Ukraina untuk menjaga agar konflik tidak meningkat di luar kendali,” ucap mantan Direktur Naval Operations Strategic Studies Group ini.
“AS, NATO dan Uni Eropa telah berdamai untuk tidak melakukan intervensi militer,” sambung Bryan.
Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa negara-negara yang tergabung dalam NATO memerlukan legitimasi tertentu untuk berhadapan dengan Rusia.
Hal itu berbeda apabila Ukraina merupakan bagian dari NATO yang memungkinkan negara-negara anggota membantu.
“Jadi, kalau bukan karena pertahanan kolektif atau dimandatkan oleh DK PBB maka tidak ada basis bagi negara Eropa Barat dan AS membantu Ukraina untuk melawan Rusia,” ucap Hikmahanto, Sabtu (26/2).
Di sisi lain, menurut dia, Rusia yang saat ini dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin juga menjadi ancaman serius apabila NATO mengintervensi serangan tersebut tanpa basis yang kuat. Rusia, tutur dia, telah siap dengan senjata nuklirnya sehingga membuat NATO tak dapat berbuat banyak.
“Ujung dari serangan Rusia dugaan saya adalah menangkap dan menurunkan Volodymyr. Lalu menggantikannya dengan Presiden yang pro-Rusia,” terang Hikmahanto.
Lebih lanjut, Pengamat Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan (UPH), Aleksius Jemadu, memandang bahwa invasi Rusia atas Ukraina bertujuan untuk mencegah negara tersebut bergabung dengan NATO.
NATO, ujar dia, tidak melihat ada urgensi untuk melakukan konfrontasi langsung dengan Rusia. Kelompok itu menggunakan sanksi ekonomi sebagai alat yang dianggap paling tepat dan proporsional dalam menghadapi invasi tersebut. Selain itu, risiko yang timbul juga terkendali.
“Kalau ada konfrontasi langsung dengan NATO itu berbahaya karena akan muncul dua variabel baru yaitu ketidakterpisahan AS dengan NATO dan peluang penggunaan nuklir oleh kedua pihak jika ada provokasi yang tak terkendali,” tutur Aleksius.
Salah satu cara meredam konflik itu adalah membiarkan dunia internasional melakukan tekanan kolektif agar gencatan senjata dilakukan. Kemudian, Ukraina dan Rusia dapat melakukan negosiasi melalui jalur diplomasi.
[SAS]