MANAberita.com – ANGGOTA Komisi VIII DPR dari fraksi PKS, Bukhori Yusuf berharap pemerintah Indonesia mengambil tindakan tegas terkait tudingan radikal Pemerintah Singapura kepada Ustaz Abdul Somad (UAS).
Bukhori menilai tudingan yang berbuntut penolakan UAS memasuki Singapura itu tak berdasar dan telah menyakiti hati umat Islam terutama di Indonesia. Dia meminta meminta Singapura mencabut pernyataannya.
“Kami tidak bisa menerima pernyataan mereka yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya sehingga menyakiti hati umat Islam. Sebab itu, kami meminta pernyataan itu segera dicabut,” kata Bukhori dalam keterangannya, Rabu (18/5).
Mengutip CNN Indonesia, Ketua DPP PKS mencurigai tanggapan pemerintah Singapura terhadap UAS diduga dipengaruhi oleh cap radikal sejumlah pihak di Indonesia. Padahal anggapan itu berkali-kali juga telah terbantahkan.
Anggapan UAS sebagai penceramah radikal juga dibantah lewat sejumlah penghargaan yang ia terima dari beberapa negara. Dia menyebut UAS pernah mendapat gelar profesor tamu di University Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam pada Januari 2020.
Gelar tersebut, katanya, diberikan karena UAS dianggap sukses menjadi pendakwah produktif dan telah menerbitkan buku yang memberikan pencerahan atas persoalan umat Islam.
UAS juga menerima gelar kehormatan dari International Islamic University College Selangor Malaysia pada 24 Januari 2022. Gelar itu diberikan karena UAS dianggap berperan dalam bidang dakwah Islam dan ceramahnya dianggap tidak pernah menimbulkan kontroversi.
“Reproduksi narasi radikalisme berbasis agama yang dilakukan secara serampangan dengan tujuan untuk menyerang sesama anak bangsa harus segera dihentikan,” katanya.
Di sisi lain, Bukhori juga menduga cap radikal terhadap UAS oleh Singapura dilatarbelakangi motif politik karena posisi UAS yang tegas mendukung kemerdekaan Palestina terkait konflik di Palestina-Israel.
Posisi UAS itu bertolak belakang dengan Singapura sebagai sekutu dekat Israel di Asia Tenggara yang hingga saat ini belum mengakui kemerdekaan Palestina.
Lewat akun instagramnya pada Senin (16/5) UAS mengumumkan bahwa dirinya baru saja dideportasi atau ditolak memasuki Singapura. Ia mengaku pergi ke Singapura untuk berlibur bersama keluarga dan sahabatnya.
Belakangan dalam rilisnya, Singapura membeberkan 4 alasan menolak UAS masuk, salah satunya sang penceramah dinilai terkenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi yang tak bisa diterima di masyarakat multi-ras dan multi agama Singapura.
Bantah Islamophobia
Center For Inter Religious Study and Traditions (CFIRST), sebuah forum kajian antar budaya dan agama menilai penolakan Singapura terhadap UUAS tak bisa dikaitkan sebagai bentuk Islamofobia.
“Penolakan UAS sama sekali tidak menggambarkan Islamofobia, justru jadi introspeksi bagi pengkotbah dan pendakwah Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam berdakwah agar tidak menimbulkan keresahan, dan terus mengabarkan toleransi damai,” kata Direktur CFIRST Arif Mirdjaja dalam keterangan resminya, Rabu (18/5).
Arif lantas meminta masyarakat untuk bersikap sewajarnya. Pemerintah Indonesia pun diminta tidak perlu bersikap berlebihan karena UAS hanya warga negara biasa.
Di sisi lain, Arif menganggap Singapura justru sebagai negara yang melindungi masyarakat Islam. Bahkan, presiden Singapura saat ini, Halimah Yacob merupakan seorang muslim.
“Singapura adalah negara toleran yang melindungi hak-hak umat dan kebebasan beragama,” kata dia.
Tak hanya itu, Arif mengimbau masyarakat waspada terhadap provokasi kelompok radikal yang berusaha menaikkan eskalasi sebagai pemanasan menuju 2024.
“UAS adalah warga negara biasa yang ditolak masuk ke sebuah negara, dan hal tersebut adalah kewenangan dan yurisdiksi negara yang bersangkutan,” kata Arif.
(sas)