MANAberita.com — JIKA pada thread KKN di Desa Penari, lokasinya ditutupi oleh sang penulis, namun kini tempat terjadinya peristiwa mengerikan ini justru blak-blakan diungkapkan dua gadis indigo asal Palembang, D dan R.
Dalam penuturannya, R menyebutkan jika terjadi di daerah paling wetan (timur) Banyuwangi.
“Di desa paling wetan (timur) Jember, Banyuwangi. Sementara, lokasi pasnya gemuring ada juga yg itu hutan Dadapan,” tutur R.
Hal ini mengingat jika di daerah tersebut memang ada hutan angker dan terdapat 3 hutan dalam satu kawasan.
“Di hutan tersebut memang angker. Sangat gelap dan berkabut hitam. hanya para undangan (orang yang diinginkan oleh jin atau calon tumbal) yang bisa masuk ke sana,” timpal R lagi.
Apalagi, mengingat jika Jember memang merupakan daerah perbatasan 3 kabupaten, yakni Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Bondowoso di utara, Kabupaten Banyuwangi. Konon katanya, Disana memang banyak hutan-hutan yang belum terjamah.
“Beruntung Nur, Widya dan yang lainnya bisa keluar dari tempat itu. Karena, hanya ada dua kemungkinan jika memasuki dunia ghaib, yakni hilang (tidak bisa pulang ke dunia nyata) atau mati,” tambah D.
“Kehilangan satu sukma saja bisa membuat manusia terguncang, apalagi jika jiwa dan sukmanya diambil. Si punya badan sudah seperti mati suri.”
Sementara, menurut Detik.com, ada dua wilayah di Banyuwangi yang mirip dengan kisah misteri itu, yakni Desa Kemiren, Kecamatan Glagah dan Desa Bayu, Kecamatan Songgon.
Di Kecamatan Songgon terdapat danau yang berada di sekitar hutan kaki Gunung Raung. Tepatnya di Kawasan KRPH Perhutani Banyuwangi Barat atau di Dusun Sambungrejo. Danau itu terletak di sekitar petilasan Prabu Tawang Alun yang dikeramatkan. Namun, hutan Dadapan yang disebutkan dalam cerita horor itu tidak ditemukan. Bahkan, kisah misteri soal penari juga asing di wilayah tersebut.
Camat Songgon, Kunto, menjelaskan wilayah pemerintahannya memang menyimpan banyak kisah misteri. “Selama ini memang wilayah itu banyak yang bercerita mistis. Tapi, memang relatif ya karena masing-masing punya hak sendiri untuk menilai kemistisan sesuatu,” terang Kunto. (Ila)