Sejarawan RI Dipolisikan Di Belanda, KBRI Diminta Bersikap

MANAberita.com – PIHAK Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Belanda dimintai untuk segera menangani dan memberikan perlindungan kepada sejarawan Bonnie Triyana yang dipolisikan di Belanda.
Bonnie dilaporkan karena pernyataannya dalam sebuah surat kabar setempat yang dianggap memalsukan sejarah Indonesia-Belanda.

“Kedutaan Besar harus turun tangan, jangan sampai ketika tiba di Belanda nanti dia (Bonnie Triyana) langsung ditangkap dan diproses,” kata Sejarawan Rusdhy Hoesein saat dihubungi CNNIndonesia.com akhir pekan lalu.

Sejauh ini Kedubes RI di Belanda belum memberikan pernyataan terbaru terkait kondisi Bonnie. Namun dalam percakapan terakhir pada akhir pekan kemarin, pihak Kedubes mengaku belum menerima kabar tersebut.

“Sampai saat ini kami belum menerima kabar dari pihak berwajib,” kata Dubes RI di Belanda, Mayerfas kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/1) melalui aplikasi pesan whatsapp.

sebelumnya, Pegiat sejarah Bonnie Triyana datang ke Belanda sebagai salah satu kurator tamu pameran Revolusi 1945-1947 di Rijkmuseum, Amsterdam. Pameran itu akan digelar pada 11 Februari-Juni 2022.

Dalam memori kolektif di Indonesia, periode 1945-1947 dikenal sebagai Agresi Belanda. Sementara di Belanda periode itu dikenang sebagai “Periode Bersiap”.

Baca Juga:
Pengantin ini Dapat Kado Pernikahan Kain Kafan, Kejadian Selanjutnya Begitu Mengerikan!

Ketegangan sejarawan RI di Belanda itu bermula saat Bonnie menulis pernyataan dalam sebuah surat kabar lokal. Dalam editorial opinion (ed-op) Boonie meniadakan istilah “bersiap” dalam galeri pameran tersebut.
Dalam tulisannya, Bonnie menyebut tim kurator memutuskan untuk tidak menggunakan kata ‘bersiap’ sebagai istilah umum yang mengacu pada masa kekerasan di Indonesia saat masa revolusi.

Bonnie menilai istilah “bersiap” yang digunakan hanya akan menebalkan cap sentimen rasialisme terhadap orang-orang Indonesia semasa periode 1945-1947. Dalam pandangannya, “Periode Bersiap” selalu menampilkan narasi tentang wajah orang Indonesia yang primitif, biadab, serta tersulut kebencian rasial.

“Padahal akar persoalannya adalah ketidakadilan yang diciptakan kolonialisme, yang membentuk struktur masyarakat yang hierarkis secara rasial guna menyelubungi eksploitasi terhadap koloninya,” tulis Bonnie dalam sebuah artikel opini di situs NRC, 10 Januari 2022.

Tulisan itu pun menimbulkan berbagai kecaman. Salah satunya datang dari Federasi Indo-Belanda (FIN) di Den Haag. FIN menilai apa yang dilakukan oleh Bonnie adalah sebuah pemalsuan sejarah.

Baca Juga:
Binatang Peliharaan Dilarang Masuk ke Pusat Perbelanjaan, Wanita ini Dandani Kucingnya Bagaikan Bayi

Sejumlah media di Belanda menyebutkan FIN mengajukan pengaduan resmi terhadap sang kurator pada Kamis (13/1) waktu setempat. Dalam aduannya tersebut, FIN menyebut banyak serdadu Belanda yang tewas usai dibebaskan dari kamp tawanan perang usai Jepang pergi dari Indonesia.

Ini tidak lebih dari penolakan periode di mana orang Indonesia mengambil bagian dalam penganiayaan rasis, penyiksaan dan pemerkosaan,” pernyataan FIN, melalui Juru Bicara Michael Lentze seperti dikutip dari Dutchnews.nl, 12 January 2022.

“Bahkan para korban harus tunduk pada propaganda Indonesia. Orang-orang yang tidak bersalah dibantai dengan cara brutal.” sambung Lentze.

Sementara itu, pihak Rijksmuseum seolah tak ingin terlibat dalam ketegangan tersebut. Pihak museum menegaskan pameran tersebut fokus pada memori tentang pengalaman pribadi orang-orang yang ‘terperangkap dalam konflik besar’ daripada masalah rasa bersalah.

Baca Juga:
Baru Pulang dari Malaysia, Wanita di Medan Malah Dirampok Saat Perjalanan ke Rumah

Direktur Rijksmuseum, Taco Dibbits mengatakan bahwa kata “bersiap” akan tetap utuh dalam keseluruhan pameran. Menurut Dibbits, adapun esai Triyana mencerminkan “pendapat pribadinya” dan tidak ditinjau oleh departemen komunikasi museum sebelum diterbitkan.

Kami menafsirkannya dan menempatkannya dalam konteks sejarah semua kekerasan pada waktu itu,” kata Dibbits.

“Dalam opini, Bonnie Triyana menunjukkan bahwa dia sendiri lebih memilih untuk tidak menggunakan kata itu,” tegasnya

[SAS]

Komentar

Terbaru