Ngos-ngosan Hadapi Tekanan Rusia, Jerman Terancam Bangkrut

Manaberita.com – PERANG yang terjadi antara Rusia vs Ukraina yang masih terus berkecamuk tak hanya berdampak pada kedua negara.

Efek perang tersebut juga tampak berimbas ke seluruh negara di dunia, terutama negara-negara di Eropa.

Melansir dari TribunPekanbaru, Salah satu negara yang paling menderita akibat perang Rusia vs Ukraina adalah Jerman.

Diperkirakan, Jerman akan jatuh miskin bahkan bisa bangkrut akibat krisis Rusia vs Ukraina.

Menteri Ekonomi Robert Habeck mengatakan, saat ini pemerintah Jerman kewalahan menangani melonjaknya harga energi yang memicu rekor inflasi.

“Krisis energi telah membebani pemerintah, dan tidak mungkin ini berakhir tanpa biaya bagi masyarakat Jerman, itu tidak terpikirkan,” kata Robert Habeck pada Senin (2/4/2022).

Menurut Kantor Statistik Federal negara disebutkan bahwa angka awal menunjukkan bahwa inflasi mencapai 7,3 persen pada bulan Maret lalu.

Itu adalah level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir.

Penyebab utama dari melambungnya inflasi itu, akibat melonjaknya harga gas alam dan minyak, yang naik hampir 40 persen dari tahun sebelumnya.

Kenaikan harga energi telah menjadi masalah berbulan-bulan sebelum Rusia menginvasi Ukraina,

Namun krisis itu makin menjadi-jadi kala Rusia menyerang Ukraina.

Sementara itu, Jerman dan Eropa adalah negara yang kebutuhan energi gasnya kebanyakan berasal dari Rusia.

Selain itu, Rusia pun mulai memberlakukan pembayaran jual beli gas ke negara-negara Eropa menggunakan mata uang Rusia.

Baca Juga:
Pemindahan Mayat Dari Ruang Bawah Tanah Bucha

“Akibatnya, mata uang negara kita terkontraksi karena kita mesti menukarnya dengan Rubel,” sebutnya.

Vladimir Putin sendiri mengancam akan memutus pasokan gas Eropa mulai Sabtu (1/4/2022) lalu, jika negara-negara konsumen gas di Eropa menolak membayar menggunakan mata uang Rusia, Rubel.

Dalam siaran langsung yang ditayangkan oleh TV Rusia pada Jumat (31/4/2022) Presiden Rusia itu menyebutkan, mengatakan pembeli asing terutama negara-negara Eropa diharuskan untuk membeli gas dari Rusia menggunakan Rubel.

Tak hanya itu, negara-negara konsumen gas tersebut juga diwajibkan untuk membuka rekening rubel di bank Rusia, Gazprom untuk pembayaran pembelian gas tersebut.

“Jika pembayaran tersebut tidak dilakukan, kami akan menganggap ini sebagai kegagalan dari dari pihak pembeli. Dan tentunya akan memiliki konsekwensi. Tidak ada yang memberikan apa pun kepada kami secara gratis, dan kami juga tidak akan memberi gratis kepada siapa pun,” sebutnya.

Baca Juga:
Logo McDonald’s Rusia Berubah, Apa Maknanya?

Pekan lalu, Vladimir Putin mengatakan, bahwa Rusia hanya akan menerima Rubel sebagai pembayaran dari negara-negara yang menentang Rusia atas invasinya ke Ukraina.

Tindakan yang dilakukan Vladimir Putin itu tentunya akan memperparah krisis energi di Eropa.

Saat ini, sekitar 40 persen dari total konsumsi gas di Eropa dipasok dari Rusia.

Selain itu, Rusia juga mengekspor gas mereka ke Asia dan Afrika.

Vladimir Putin sendiri mengatakan, saat ini ia telah meminta kementerian terkait dan bank sentral untuk segera memindahkan segala bentuk transaksi Gas dari Euro atau Dolar AS ke Rubel.

Baca Juga:
Kantor Konsulat Bali di Datangi Ratusan Warga Ukraina, Minta Perang Dihentikan

Daftar negara yang disebut Vladimir Putin tidak bersahabat tersebut antara lain Amerika Serikat, negara anggota Uni Eropa, Inggris, Jepang, Kanada, Norwegia, Jerman, Singapura, Korea Selatan, Swiss, dan Ukraina.

Industri Terpukul, Masyarakat Menderita

Jika Rusia memutuskan pasokannya ke negara-negara Eropa,

Maka yang akan terdampak secara signifikan adalah sektor industri.

Di Jerman, seperempat kebutuhan gas di negara itu dipasok untuk Industri. Begitu juga dengan Inggris.

Baca Juga:
Apa yang terjadi di Mariupol, Ukraina?

Selain itu, biaya kebutuhan rumah tangga juga akan melonjak naik, karena banyak produk kebutuhan harian yang diolah menggunakan gas.

“Produksi industri akan terpuruk, rantai pasokan hilang,” Leonhard Birnbaum, kepala eksekutif grup energi Jerman E.ON.

“Tak hanya itu, masyarakat pun akan menjerit akibat harga-harga yang melambung naik, dan kelangkaan produk kebutuhan harian di pasaran,” sebutnya.

Tak hanya itu, fasilitas umum seperti rumah sakit, fasilitas perawatan dan lembaga sektor publik lainnya dengan kebutuhan khusus juga terkena dampak dari putusnya pasokan gas tersebut.

(Rik)

Komentar

Terbaru