Manaberita.com – PEJABAT Pajak, Rafael Alun Trisambodo, sekaligus orang tua dari penganiaya putra petinggi GP Ansor, sudah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menonaktifkannya untuk diperiksa Inspektorat Jenderal terkait dugaan harta kekayaannya yang jumbo dan tak terlapor ke dalam LHKPN.
Dugaan harta jumbo tersebut terkuak lantaran viral gaya hidup dan kepemiiikan kendaraan mewah Mario setelah kasus penganiayaan.
Belakangan muncul surat terbuka dari Rafael yang menyatakan dirinya mengajukan pengunduran diri dari status aparatur sipil negara (ASN) di Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu.
Hal tersebut ia sampaikan dalam surat yang beredar. Surat tersebut kemudian dibenarkan oleh Staf Khusus Menkeu Yustinus Prastowo.
“Benar, per hari ini (minta mundurnya),” kata Yustinus dikutip dari CNN Indonesia.
Walaupun demikian pada Jumat tersebut, Direktorat Jenderal Pajak secara resmi belum menerima surat pengunduran diri dari Rafael.
“Meskipun surat terbuka pengunduran diri Sdr. RAT sudah beredar di publik, secara resmi Direktorat Jenderal Pajak belum menerima surat pengunduran diri yang bersangkutan. Demikian. Terima kasih atas bantuannya dalam menjelaskan kepada masyarakat,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor dikonfirmasi terpisah.
Akan tetapi, sejumlah pihak menilai Rafael sebaiknya tak diterima dulu pengunduran dirinya oleh Kemenkeu lantaran masih harus diperiksa soal dugaan harta jumbo dan asal dia memperolehnya. Apalagi, PPATK ternyata sudah mencium gelagat indikasi transaksi aneh Rafael sejak 2012, dan KPK telah pernah mengirim surat ke Itjen pada 2020 silam.
Salah satunya eks Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap yang menyarankan Kemenkeu tak menerima surat pengunduran diri Rafael. Eks Ketua Wadah Pegawai KPK itu menilai pengunduran diri Rafael itu bila dikabulkan bisa jadi ‘jalan’ lolos dari pemeriksaan Itjen Kemenkeu soal harta kekayaannya.
“Saran saya jangan terima pengunduran dirinya. Sebab, bisa dijadikan alasan itjen tidak bisa mengusutnya karena bukan ASN lagi,” ujar Yudi dalam akun Twitter-nya.
Menurut mantan Ketua Wadah Pegawai KPK itu, penegak hukum masih bisa melakukan pemeriksaan terhadap Rafael. Namun, dirinya meyakini inspektorat merupakan pihak pertama yang harus menyelidiki. Yudi lalu mencontohkan kasus sidang etik yang tak jadi dilaksanakan KPK terhadap Eks Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar lantaran sudah tak menjabat sebagai penyelenggara negara.
“Contoh mundur, akhirnya dijadikan alasan tak bisa diadili etiknya,” ujar Yudi.
(Rik)